Jakarta | Realitas – Kehadiran Rara si pawang hujan terus menuai kontroversi di tengah-tengah masyarakat. Tidak sedikit dari netizen yang menghujat profesinya itu sebagai bentuk kemunduran berpikir bangsa.
Beberapa bahkan tegas menyebutnya sebagai bentuk kemusyrikan. Nama Kehadiran Rara si pawang hujan mulai dikenal luas pada ajang balap motor internasional, Moto GP di Mandalika bulan Maret lalu.
Aksi ritual Kehadiran Rara si pawang hujan dengan mangkuk emasnya itu menjadi perbincangan publik hingga ke mancanegara.
Sejumlah pembalap dan kru asal Eropa dibuat terperangah dengan ritual Kehadiran Rara si pawang hujan“mengendalikan cuaca”. Bulan Mei lalu, Indonesia kembali menggelar ajang balap bergengsi tingkat dunia: Formula E di Ancol Jakarta.
Sang tuan rumah, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan tegas menyatakan tidak akan menggunakan jasa pawang hujan.
Pihaknya lebih memilih percaya pada teknologi dan ilmu pegetahuan dari BMKG. Label tak laku kemudian dilekatkan pada Kehadiran Rara si pawang hujan.
Dalam kempatan wawancara bersama Indy Rahmawati di VDVC Talks terungkap bahwa Rara tak mau ambil pusing dengan komentar dari netizen.
“Ya kalau saya sih merasa hidup saya, satu buat pelayanan. Saya melayani sebagai pawang hujan tidak hanya di Mandalika, tetapi sejak kampanye Pilpres pertama (2014) sampai Pilpres kedua,” ungkap Kehadiran Rara si pawang hujan. (*)
Sumber: tvonenews